Setahun Pemerintahan Prabowo-Gibran, Inilah Daftar Lengkap Kasus Korupsi Besar yang Terungkap!

Prabowo gibranPrabowo gibran

INBERITA.COM, Memasuki satu tahun masa pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka sejak pelantikan pada 20 Oktober 2024, komitmen terhadap penegakan hukum dan pemberantasan korupsi mulai menunjukkan hasil konkret.

Dalam kurun waktu 12 bulan pertama, aparat penegak hukum di bawah kepemimpinan nasional yang baru ini berhasil membongkar sejumlah kasus korupsi besar yang terjadi di Indonesia.

Beberapa kasus melibatkan nama-nama besar dari kalangan pengusaha, menteri, pejabat peradilan, hingga anggota DPR.

Penindakan ini dinilai sebagai langkah awal yang signifikan dalam membangun fondasi tata kelola pemerintahan yang bersih dan tegas terhadap korupsi.

Berikut deretan kasus korupsi besar yang berhasil diungkap di tahun pertama pemerintahan Prabowo–Gibran:

1. Skandal Minyak Mentah Pertamina: Kerugian Negara Rp285 Triliun

Kejaksaan Agung mengungkap dugaan korupsi besar dalam tata kelola impor minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina pada periode 2018–2023.

Kasus ini menjadi salah satu sorotan utama karena potensi kerugian negara yang mencapai Rp285 triliun.

Pada 10 Juli 2025, pengusaha Mohammad Riza Chalid ditetapkan sebagai tersangka, bersama sembilan nama lainnya, termasuk Riva Siahaan, Sani Dinar Saifuddin, Yoki Firnandi, Maya Kusmaya, dan Edward Corne.

Riza bahkan masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) sejak Agustus 2025 karena mangkir dari pemeriksaan.

Kasus ini disebut melibatkan “pemufakatan jahat” dalam pengadaan dan pengelolaan minyak mentah, menunjukkan adanya praktik sistemik yang bertahan selama bertahun-tahun sebelum akhirnya dibongkar di era pemerintahan baru.

2. Pengadaan Chromebook di Kemendikbudristek Seret Nadiem Makarim

Salah satu kasus paling menyita perhatian publik adalah dugaan korupsi proyek pengadaan laptop Chromebook di Kementerian Pendidikan pada periode 2019–2022, ketika Nadiem Makarim menjabat sebagai menteri.

Empat tersangka pertama diumumkan Kejaksaan Agung pada 15 Juli 2025, yakni Jurist Tan, Ibrahim Arief, Mulyatsyahda, dan Sri Wahyuningsih. Kerugian negara dalam kasus ini ditaksir mencapai Rp1,98 triliun.

Puncaknya, Nadiem Makarim ditetapkan sebagai tersangka pada 4 September 2025. Kejagung menilai Nadiem memiliki tanggung jawab langsung atas mekanisme pengadaan dan pelaksanaan proyek. Gugatan praperadilan yang diajukan Nadiem pun ditolak hakim.

Penindakan ini menjadi bukti bahwa pemerintah tidak segan menindak bahkan tokoh publik populer yang memiliki rekam jejak kuat di sektor teknologi, asalkan ditemukan indikasi kuat pelanggaran hukum.

3. Suap Vonis Lepas Ekspor CPO Libatkan 4 Hakim

Kasus berikutnya yang terbongkar di tahun pertama pemerintahan Prabowo–Gibran adalah skandal suap vonis lepas dalam perkara ekspor crude palm oil (CPO).

Kejaksaan mengungkap bahwa empat hakim, termasuk Ketua PN Jakarta Selatan Muhammad Arif Nuryanta, diduga menerima suap dari pengacara korporasi besar seperti PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas.

Empat hakim kini menjalani proses hukum di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat. Kasus ini memperlihatkan tekad pemerintah memberantas praktik suap di lembaga peradilan.

4. Dugaan Korupsi Kuota Haji 2024: Eks Menteri Agama Dicegah

Pada Agustus 2025, KPK resmi menaikkan status perkara pengelolaan kuota dan penyelenggaraan haji 2023–2024 ke tahap penyidikan.

Meski kasus ini terjadi sebelum Prabowo–Gibran menjabat, pengusutannya baru dilakukan secara serius setelah pemerintahan baru terbentuk.

Tiga nama telah dicegah bepergian ke luar negeri: mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, staf khusus Ishfah Abidal Aziz, dan pengusaha Fuad Hasan Masyhur. Nilai kerugian negara ditaksir mencapai Rp1 triliun.

5. OTT Eks Wamenaker Immanuel Ebenezer: Rp3 Miliar Disita, 32 Kendaraan Diamankan

Mantan Wakil Menteri Ketenagakerjaan Immanuel Ebenezer alias Noel ditangkap dalam operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada 20 Agustus 2025.

Ia bersama 10 orang lainnya diduga terlibat dalam pemerasan dalam pengurusan sertifikat keselamatan dan kesehatan kerja (K3).

KPK mengungkap bahwa Noel menerima uang senilai Rp3 miliar. Selain itu, 32 kendaraan mewah turut disita sebagai barang bukti.

Kasus ini mempertegas upaya pemerintah memberantas praktik mafia perizinan dan pungutan liar di sektor ketenagakerjaan.

6. Penyalahgunaan Dana CSR BI dan OJK: Dua Anggota DPR Jadi Tersangka

Kasus terbaru yang mencuat adalah penyalahgunaan dana Corporate Social Responsibility (CSR) dari Bank Indonesia dan OJK oleh anggota DPR RI.

Dua legislator, Heri Gunawan dan Satori, dijerat oleh KPK karena diduga mengalihkan dana CSR ke yayasan pribadi tanpa kegiatan sosial yang sah.

Keduanya dijerat dengan Pasal 12B UU Tipikor dan UU TPPU. Meskipun belum ditahan, proses hukum terhadap mereka menunjukkan komitmen KPK dalam membongkar praktik penyelewengan dana publik, termasuk di kalangan legislatif.

Anggota Komisi III DPR RI, Nasir Djamil, memuji ketegasan Presiden Prabowo dalam mendukung penegakan hukum, khususnya terhadap kasus-kasus di sektor sumber daya alam.

“Prabowo telah menampakkan ketegasannya dalam hal korupsi di sektor SDA yang melibatkan orang-orang besar dan oligarki hitam di negeri ini,” ujarnya. Ia menambahkan bahwa penegakan hukum semacam ini menjadi fondasi penting dalam pemulihan keuangan negara.

Namun, sejumlah kalangan masih memberikan catatan kritis. Pakar hukum tata negara Feri Amsari, misalnya, menilai bahwa sebagian kasus bisa bermuatan politis.

Meski demikian, tidak bisa dipungkiri bahwa sejumlah kasus besar yang sebelumnya tak tersentuh, kini mulai dibongkar dan diproses secara hukum.

Satu tahun pertama pemerintahan Prabowo–Gibran mencatatkan langkah berani dalam membuka dan mengusut kasus-kasus korupsi berskala besar yang terjadi sebelum mereka menjabat.

Dalam konteks politik dan hukum, ini bukan hanya menjadi bukti keseriusan dalam reformasi tata kelola negara, tapi juga sinyal kuat bahwa komitmen terhadap pemberantasan korupsi tidak akan berhenti pada slogan.

Tantangan selanjutnya adalah memastikan seluruh proses penegakan hukum berjalan transparan, profesional, dan bebas intervensi politik, sehingga hasilnya benar-benar berpihak pada kepentingan rakyat dan keadilan.

Tahun kedua akan menjadi penentu apakah fondasi yang telah dibangun akan diperkuat, atau justru melemah di tengah jalan. (xpr)