INBERITA.COM, Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto menyaksikan langsung prosesi penyerahan uang hasil sitaan sebesar Rp 13,2 triliun dari kasus dugaan korupsi ekspor crude palm oil (CPO) yang diserahkan oleh Kejaksaan Agung kepada negara.
Kegiatan tersebut berlangsung di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Senin (20/10/2025).
Prabowo tiba di lokasi sekitar pukul 10.55 WIB mengenakan pakaian safari berwarna coklat muda. Setibanya di lobi Gedung Kejaksaan Agung, ia disambut langsung oleh Jaksa Agung RI Sanitiar Burhanuddin dan jajaran pejabat tinggi lainnya.
Dalam momen tersebut, Prabowo diperlihatkan tumpukan uang tunai dalam pecahan Rp 100.000 yang mencapai nilai Rp 2,4 triliun.
Uang tersebut tersusun rapi hingga membentuk tumpukan setinggi sekitar dua meter. Namun, Jaksa Agung menjelaskan bahwa uang tunai yang ditampilkan hanyalah sebagian kecil dari total sitaan.
“Kalau Rp 13 triliun, kami mungkin tempatnya yang tidak memungkinkan. Jadi ini sekitar Rp 2,4 triliun,” ujar Burhanuddin menjelaskan keterbatasan ruang untuk menampilkan keseluruhan uang sitaan.
Total nilai uang hasil korupsi ekspor CPO yang telah berhasil disita Kejaksaan Agung mencapai Rp 13.255.244.538.149 atau sekitar Rp 13,2 triliun.
Penyerahan uang sitaan dilakukan secara simbolis melalui sebuah papan besar yang mencantumkan jumlah nominal tersebut.
Dalam prosesi itu, Jaksa Agung menyerahkan secara resmi uang sitaan kepada Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa, disaksikan langsung oleh Presiden Prabowo, Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin, dan sejumlah pejabat negara lainnya.
Prabowo tampak menyimak penjelasan dari Jaksa Agung mengenai proses hukum yang telah dilalui sebelum akhirnya aset hasil tindak pidana korupsi tersebut bisa dikembalikan ke negara.
Ia juga tampak berbincang akrab dengan para pejabat terkait sebelum memberikan tepuk tangan saat seremoni penyerahan berlangsung.
Kasus korupsi ekspor CPO ini merupakan salah satu perkara besar yang berhasil diungkap Kejaksaan Agung.
Dalam proses penegakan hukumnya, tiga korporasi besar terbukti melanggar Pasal 2 Ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Tiga perusahaan tersebut adalah PT Wilmar Group, PT Musim Mas, dan PT Nagamas Palmoil Lestari, anak perusahaan dari PT Permata Hijau Group.
Ketiganya dinyatakan bersalah berdasarkan putusan kasasi Mahkamah Agung dan diwajibkan membayar uang pengganti dengan total nilai puluhan triliun rupiah.
Dalam amar putusannya, Mahkamah Agung menghukum PT Wilmar Group untuk membayar uang pengganti sebesar Rp 11.880.351.801.176,11 (Rp 11,8 triliun).
PT Musim Mas dijatuhi hukuman untuk membayar Rp 4.890.938.943.794,08 (Rp 4,89 triliun). Sementara itu, PT Nagamas Palmoil Lestari juga dijatuhi kewajiban membayar ganti rugi.
Hingga saat ini, Kejaksaan Agung telah menerima pembayaran sebagian dari total uang pengganti tersebut.
PT Musim Mas telah menyerahkan uang sebesar Rp 1.188.461.774.662,2 (sekitar Rp 1,1 triliun), sementara PT Nagamas Palmoil Lestari menyetor Rp 186.430.960.865,26 ke negara.
Jaksa Agung menyampaikan bahwa pengembalian uang negara dari perusahaan-perusahaan tersebut merupakan langkah penting dalam memperkuat integritas dan kepercayaan publik terhadap penegakan hukum di Indonesia.
Ia juga berharap dua perusahaan lain segera mengikuti langkah PT Wilmar Group dalam memenuhi kewajiban penggantian kerugian negara.
Proses pengembalian kerugian negara dari korupsi ekspor CPO ini menjadi sorotan publik, tidak hanya karena jumlahnya yang fantastis, tetapi juga karena keberhasilan Kejaksaan Agung dalam mengusut keterlibatan perusahaan-perusahaan besar dalam tindak pidana korupsi.
Upaya ini pun dipandang sebagai komitmen nyata pemerintah dalam memberantas korupsi dan memulihkan aset negara secara maksimal.
Dengan disaksikannya langsung oleh Presiden Prabowo, prosesi ini menunjukkan dukungan penuh pemerintah terhadap proses hukum yang dijalankan lembaga penegak hukum.
Momen ini juga dinilai sebagai simbol penting penegakan hukum dan transparansi dalam pengelolaan keuangan negara.
Penyerahan uang sitaan korupsi CPO sebesar Rp 13 triliun kepada negara diharapkan menjadi awal dari proses pemulihan kepercayaan publik terhadap dunia usaha dan birokrasi, sekaligus menjadi peringatan bagi seluruh pelaku usaha agar menjunjung tinggi etika bisnis dan kepatuhan hukum dalam menjalankan kegiatan ekspor komoditas strategis seperti CPO. (mms)