Kasus ISPA di Jakarta Tembus Hampir 2 Juta, Dinkes: Waspadai Gejala Mirip COVID-19

Kasus mirip covid di jakarta capai angka 2 jutaKasus mirip covid di jakarta capai angka 2 juta

INBERITA.COM, Dinas Kesehatan (Dinkes) DKI Jakarta mengonfirmasi adanya lonjakan signifikan kasus Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) di ibu kota sejak Juli 2025. Hingga Oktober, total laporan keluhan serupa batuk pilek dan demam yang menyerupai gejala COVID-19 mendekati angka dua juta kasus.

“Total kasus ISPA di DKI Jakarta hingga Oktober 2025 sebesar 1.966.308. Peningkatan kasus terlihat mulai bulan Juli. ISPA merupakan penyakit tertinggi di Puskesmas karena penularannya sangat mudah, yakni melalui droplet dan aerosol,” ujar Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta, Ani Ruspitawati pada Kamis (16/10/2025).

Meski mencatat lonjakan, Ani menegaskan bahwa pola peningkatan kasus tersebut tidak berbeda signifikan dengan tahun-tahun sebelumnya. Cuaca yang tidak menentu dan kondisi imunitas tubuh yang menurun disebut sebagai dua faktor utama yang memicu tingginya kasus ISPA.

“Tapi sejauh ini nggak sangat signifikan. Jadi masih di dalam kendali,” ucapnya.

Lebih lanjut, Ani mengimbau masyarakat untuk mewaspadai berbagai gejala ISPA yang umum terjadi, mulai dari batuk, pilek, sakit tenggorokan, dan demam. Sejumlah gejala lain juga bisa menyertai, seperti hidung tersumbat, sakit kepala, nyeri otot, bersin-bersin, hingga suara serak.

“Pada kasus ISPA yang lebih berat, gejala dapat mencakup sesak napas, yang membutuhkan penanganan segera,” jelasnya.

Peningkatan kasus tidak hanya terjadi di Jakarta, namun juga terpantau di tingkat nasional.

Kepala Biro Komunikasi dan Informasi Publik Kementerian Kesehatan RI, Aji Muhawarman, menyebut bahwa tren kasus penyakit yang menyerupai influenza, termasuk ISPA dan COVID-19, meningkat di berbagai daerah dalam beberapa pekan terakhir.

“Telah terjadi peningkatan tren kasus penyakit influenza/sejenisnya (ILI, ISPA, COVID) di Indonesia dalam beberapa minggu terakhir. Data diperoleh dari laporan oleh fasyankes ke SKDR (Sistem Kewaspadaan Dini dan Respons),” ujarnya.

Menurut Aji, fenomena serupa juga tengah terjadi di sejumlah negara tetangga seperti Malaysia, Singapura, dan Thailand, di mana kasus tertinggi disebabkan oleh virus Influenza Tipe A.

Sebagai langkah pencegahan dan antisipasi, Kementerian Kesehatan melakukan pengamatan intensif terhadap kasus flu melalui sistem surveilans SKDR, serta pemantauan ILI (Influenza Like Illness) dan SARI (Severe Acute Respiratory Infection).

Komunikasi risiko juga terus digencarkan kepada masyarakat melalui berbagai kanal media.

Lonjakan kasus yang mulai terdeteksi sejak Juli 2025 juga disebut sejalan dengan kondisi cuaca dan lingkungan. Kombinasi antara paparan polusi udara dan musim kemarau basah diyakini menjadi salah satu pemicu utama peningkatan gangguan pernapasan, termasuk ISPA.

“ISPA merupakan penyakit tertinggi di Puskesmas karena penularannya sangat mudah, yakni melalui droplet dan aerosol,” tegas Ani.

Dari sisi medis, dokter spesialis paru dr Erlang Samoedro, SpP(K), menyebut bahwa saat ini Indonesia tengah berada di masa peningkatan infeksi saluran pernapasan. Hal ini dipengaruhi oleh perubahan cuaca yang ekstrem serta tingginya sirkulasi virus.

Menurutnya, masyarakat perlu mengambil langkah sederhana untuk menjaga daya tahan tubuh dan melindungi organ pernapasan dari infeksi. Menghindari kerumunan, menggunakan masker, serta mengonsumsi makanan bergizi menjadi upaya dasar yang efektif.

“Pakai masker dan gizi seimbang, banyak makan sayur dan buah sebagai antioksidan. Serta juga hindari kerumunan,” kata dr Erlang kepada detikcom, Rabu (8/10).

Ia menjelaskan bahwa asupan makanan tinggi antioksidan dapat memperkuat sistem imun dengan cara melindungi sel-sel tubuh dari kerusakan akibat radikal bebas.

Dengan sistem imun yang optimal, tubuh lebih kuat dalam menghadang serangan virus penyebab flu dan ISPA, serta mempercepat proses penyembuhan.

Meski sebagian besar kasus ISPA dapat sembuh dengan sendirinya, Erlang mengingatkan kelompok rentan seperti lansia dan penderita komorbid untuk tetap waspada.

Bila muncul tanda-tanda perburukan kondisi seperti sesak napas, demam tinggi, atau dahak berubah warna, disarankan segera mencari pertolongan medis.

“Kalau tanda bahaya, kalau sudah ada perburukan seperti sesak napas, dahak yang sudah berubah warna yang menandakan terjadinya infeksi bakteri, dan demam tinggi, perlu ke fasilitas kesehatan,” tegasnya.

Meningkatnya jumlah penderita ISPA di Jakarta menjadi perhatian penting di tengah masyarakat yang masih waspada terhadap kemungkinan kemunculan kembali varian COVID-19.

Meski belum ada laporan signifikan terkait gelombang baru COVID-19, kemiripan gejala antara ISPA, flu, dan virus corona membuat pentingnya deteksi dini dan kesadaran masyarakat terhadap gejala-gejala yang muncul.

Kondisi ini juga menjadi pengingat bagi seluruh lapisan masyarakat akan pentingnya menjaga kebersihan diri, meningkatkan imunitas, dan tidak menyepelekan keluhan kesehatan ringan seperti batuk atau pilek yang tak kunjung sembuh. (xpr)