INBERITA.COM, Pemerintah Indonesia resmi memperpanjang kerja sama impor listrik dari Malaysia dengan kapasitas 200 megawatt (MW) guna memperkuat pasokan energi di kawasan perbatasan Kalimantan.
Keputusan ini sejalan dengan komitmen Indonesia dalam mendukung proyek integrasi kelistrikan regional melalui ASEAN Power Grid (APG), yang menjadi inisiatif strategis negara-negara Asia Tenggara dalam membangun konektivitas energi lintas batas.
Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Yuliot menyampaikan bahwa impor listrik dari Malaysia telah berjalan dan kini memasuki tahap perpanjangan izin operasional. Kerja sama ini, menurutnya, menjadi bukti konkret dari pelaksanaan APG di lapangan.
“Ini kan sudah berjalan, dan perpanjangan perizinan sedang difasilitasi,” ujar Yuliot usai menghadiri forum 43rd ASEAN Ministers on Energy Meeting (AMEM) di Kuala Lumpur, Sabtu (18/10/2025).
Yuliot menekankan bahwa kebutuhan energi di kawasan Asia Tenggara terus meningkat secara signifikan, sehingga kolaborasi antarnegara menjadi pilihan strategis untuk menjawab lonjakan permintaan listrik di masa depan.
Dalam konteks ini, kerja sama impor listrik dari Malaysia dianggap strategis, tidak hanya untuk menjamin suplai energi di perbatasan, tetapi juga sebagai langkah awal menuju interkoneksi penuh antarjaringan listrik negara ASEAN.
Lebih lanjut, Indonesia juga menegaskan kesiapannya untuk menjadi pusat (hub) energi kawasan Asia Tenggara.
Posisi geografis yang strategis serta pengembangan infrastruktur kelistrikan yang agresif membuat Indonesia berpotensi besar untuk menjadi penghubung utama dalam sistem kelistrikan regional.
“Dengan peningkatan kebutuhan energi signifikan di ASEAN, Indonesia harus siap menjadi hub energi kawasan,” jelas Yuliot.
Dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL), pemerintah Indonesia telah menetapkan pembangunan sepanjang 48.000 kilometer sirkuit (kms) jaringan transmisi dalam sepuluh tahun mendatang.
Pembangunan jaringan ini tidak hanya dimaksudkan untuk memperkuat sistem kelistrikan nasional, tetapi juga dirancang mendukung interkoneksi lintas negara sebagai bagian dari kerangka besar ASEAN Power Grid.
Pemerintah juga membuka peluang investasi besar-besaran di sektor kelistrikan, dengan potensi mencapai Rp600 triliun.
Investasi ini diproyeksikan akan mempercepat pengembangan infrastruktur dan distribusi energi bersih, baik melalui partisipasi swasta dalam negeri maupun investor asing.
Peluang ini menjadi daya tarik tersendiri bagi pelaku industri energi global yang ingin berkontribusi dalam penguatan ketahanan energi kawasan.
Pada forum AMEM ke-43 yang dipimpin oleh Malaysia, para menteri energi negara-negara ASEAN menyepakati pembaruan Nota Kesepahaman ASEAN Power Grid.
Kesepakatan tersebut memperkuat arah kerja sama sektor kelistrikan lintas negara dan membuka jalan bagi aliran investasi baru di bidang energi bersih serta interkoneksi sistem tenaga.
Yuliot juga menyoroti pentingnya pelaksanaan transisi energi secara adil dan inklusif.
Ia menegaskan bahwa setiap negara ASEAN memiliki kondisi ekonomi dan lingkungan yang berbeda, sehingga proses transisi harus mengakomodasi kebutuhan serta kapasitas masing-masing negara.
“Transisi energi harus memastikan tidak ada negara ASEAN yang tertinggal. Indonesia memprioritaskan ketahanan dan keterjangkauan energi, di samping keberlanjutan,” ujarnya.
Langkah Indonesia memperpanjang impor listrik dari Malaysia tak hanya menyangkut pemenuhan kebutuhan energi domestik di Kalimantan, tetapi juga menjadi bagian dari roadmap menuju ASEAN Community Vision 2045.
Visi ini menempatkan pembangunan berkelanjutan sebagai salah satu pilar utama, termasuk melalui konektivitas energi bersih lintas batas yang semakin erat.
Dengan memperkuat kerja sama energi regional dan memperluas infrastruktur transmisi nasional, Indonesia menunjukkan keseriusannya dalam memainkan peran sentral di tengah transformasi sektor energi Asia Tenggara.
Selain menjamin suplai yang stabil, strategi ini juga membuka peluang ekonomi baru melalui investasi, penciptaan lapangan kerja, dan pengembangan teknologi kelistrikan masa depan.
Sebagai bagian dari upaya jangka panjang, pemerintah juga menegaskan pentingnya keandalan sistem transmisi.
Proyek-proyek perbaikan dan pemeliharaan jaringan listrik, seperti saluran udara tegangan ekstra tinggi (SUTET), terus dilakukan untuk memastikan kestabilan pasokan.
Upaya ini berjalan seiring dengan strategi penguatan interkoneksi regional yang saat ini mulai menunjukkan hasil konkret melalui kerja sama dengan Malaysia.
Dengan perpanjangan impor listrik sebesar 200 MW dan penguatan komitmen pada ASEAN Power Grid, Indonesia menegaskan posisinya sebagai pemain kunci dalam peta energi Asia Tenggara.
Kebijakan ini tak hanya berdampak pada ketahanan energi nasional, tetapi juga memperkuat posisi strategis Indonesia sebagai pusat distribusi listrik regional di masa depan. (mms)