INBERITA.COM, Gelombang demonstrasi besar kembali mengguncang Peru hanya lima hari setelah pelantikan Presiden sementara Jose Jeri, yang menggantikan Presiden Dina Boluarte yang dimakzulkan beberapa hari lalu.
Ribuan orang turun ke jalan di ibu kota Lima pada Rabu, 15 Oktober 2025, memprotes pemerintahan baru yang dinilai belum menunjukkan komitmen nyata dalam menuntaskan persoalan mendasar seperti kejahatan dan korupsi yang telah mengakar di negara tersebut.
Aksi yang digerakkan oleh aktivis muda dari kalangan Generasi Z, pekerja transportasi, hingga kelompok masyarakat sipil itu memuncak dalam bentrokan keras antara demonstran dan aparat keamanan di sekitar kompleks gedung Kongres.
Satu orang dilaporkan tewas tertembak dan lebih dari 100 orang lainnya mengalami luka-luka, termasuk anggota polisi dan jurnalis yang meliput aksi.
Menurut laporan Kantor Ombudsman Peru, sedikitnya 100 orang terluka dalam bentrokan yang berlangsung hingga malam hari.
Dari jumlah tersebut, sebanyak 80 di antaranya adalah personel polisi, dan 10 lainnya merupakan jurnalis yang menjadi korban dalam kericuhan.
“Enam jurnalis terkena peluru karet dan empat lainnya diserang aparat,” demikian pernyataan resmi dari Asosiasi Jurnalis Nasional Peru, mengungkapkan kekhawatiran atas meningkatnya kekerasan terhadap pekerja media dalam situasi protes sosial.
Korban tewas diidentifikasi sebagai Eduardo Ruiz Saenz, seorang pria berusia 32 tahun yang dikenal sebagai musisi hip-hop.
Ruiz disebut ikut turun ke jalan sebagai bagian dari gelombang perlawanan sipil terhadap sistem politik yang dianggap gagal melindungi rakyat. Menurut laporan dari kantor kejaksaan Peru, Ruiz meninggal akibat luka tembak di bagian dada.
“Badan Kejaksaan telah memerintahkan pengumpulan bukti audiovisual dan balistik di lokasi kejadian,” tulis lembaga tersebut dalam pernyataan yang dipublikasikan melalui platform media sosial X, sambil menegaskan bahwa proses investigasi akan difokuskan pada kemungkinan pelanggaran serius terhadap hak asasi manusia.
Anggota parlemen dari kubu kiri, Ruth Luque, turut menyoroti insiden tewasnya Ruiz. Ia menyebut bahwa informasi awal menunjukkan luka tembak di dada sebagai penyebab kematian korban.
Luque juga mengunggah foto-foto dirinya saat mengunjungi rumah sakit tempat Ruiz sempat dirawat sebelum menghembuskan napas terakhir.
Keterangan dari sejumlah saksi mata yang dikutip media lokal menambah panas situasi. Mereka mengaku melihat seorang pria berpakaian sipil yang diduga sebagai aparat kepolisian menyusup di tengah kerumunan dan melakukan penembakan.
Identitas pria tersebut kemudian dikaitkan dengan anggota Kepolisian Nasional Peru (PNP), Luis Magallanes, yang disebut pihak berwenang sebagai pihak yang terlibat dalam insiden penembakan.
Dalam pernyataan resminya, Kepolisian Nasional Peru mengklaim bahwa Magallanes sebelumnya diserang massa sebelum melakukan penembakan.
Namun, pernyataan ini justru menimbulkan kecaman luas dari berbagai elemen masyarakat sipil yang menilai aparat menggunakan kekerasan secara berlebihan dan tidak proporsional terhadap pengunjuk rasa.

Simbol-simbol unik juga tampak dalam aksi unjuk rasa kali ini. Sejumlah demonstran terlihat membawa bendera bergambar tokoh dari serial manga One Piece, sebagai bentuk ekspresi perlawanan dan solidaritas antar-generasi.
Aksi ini menjadi cermin dari gelombang baru aktivisme yang tak hanya menyuarakan tuntutan serius, tetapi juga dikemas dengan ekspresi budaya populer khas generasi muda.
Slogan “semua harus pergi” menggema di sepanjang jalan-jalan utama Lima, mencerminkan ketidakpercayaan publik yang semakin membesar terhadap seluruh lapisan elite politik Peru.
Tuntutan massa bukan hanya ditujukan pada Presiden Jose Jeri yang baru menjabat, tetapi juga kepada parlemen dan institusi negara lainnya yang dinilai turut andil dalam memperburuk krisis politik dan ekonomi negara tersebut.
Bentrokan yang terjadi pada malam demonstrasi tak terelakkan ketika ribuan orang mencoba merobohkan barikade logam yang dipasang di sekitar gedung Kongres.
Polisi yang berjaga merespons dengan tembakan gas air mata untuk membubarkan massa, sementara sebagian demonstran membalas dengan lemparan batu dan menyalakan kembang api ke arah aparat.
Kondisi Peru saat ini berada dalam ketidakpastian politik yang berkepanjangan. Pelantikan Jose Jeri sebagai presiden sementara menyusul pemakzulan Dina Boluarte, belum mampu meredam gejolak sosial yang telah membara sejak awal tahun.
Aksi unjuk rasa yang terjadi kali ini menegaskan bahwa perubahan kepemimpinan belum cukup untuk menjawab keresahan rakyat yang telah lama terpendam.
Protes terhadap korupsi, sistem hukum yang tak transparan, serta lemahnya penegakan keadilan menjadi isu utama yang terus digaungkan dalam berbagai demonstrasi di Peru dalam beberapa tahun terakhir.
Fakta bahwa lebih dari 100 orang terluka, termasuk 10 jurnalis, dalam satu malam menunjukkan betapa rapuhnya situasi sosial dan politik di negara tersebut.
Dengan investigasi yang kini tengah berjalan, perhatian publik Peru kini tertuju pada transparansi dan kecepatan proses hukum terhadap peristiwa penembakan yang menewaskan Ruiz.
Demonstrasi berdarah di ibu kota Lima ini menjadi babak baru dalam perjalanan panjang Peru yang masih berjuang keluar dari krisis kepercayaan terhadap pemerintah.
Dengan tekanan publik yang terus meningkat, masa depan pemerintahan Presiden Jose Jeri diprediksi akan semakin teruji dalam waktu dekat. (xpr)








