Presiden Madagaskar Andry Rajoelina Kabur Usai Demo Gen Z dan Kudeta Militer, Pemerintahan Diambil Alih Tentara

Presiden madagaskar kabur ke prancisPresiden madagaskar kabur ke prancis

INBERITA.COM, Krisis politik di Madagaskar memuncak setelah Presiden Andry Rajoelina dilaporkan melarikan diri dari negaranya usai gelombang demonstrasi yang dipimpin oleh generasi muda dan pemberontakan militer.

Aksi protes besar-besaran yang meletus sejak 25 September 2025 lalu dipicu oleh krisis layanan publik berupa pemadaman listrik dan air, hingga akhirnya memuncak pada demonstrasi pada Sabtu (11/10/2025). Massa menuntut Rajoelina dan para menterinya untuk mundur dari jabatan.

Pada Senin malam (13/10/2025) waktu setempat, situasi makin memanas. Presiden Rajoelina disebut meninggalkan negara tanpa menyatakan pengunduran diri resmi.

Dalam pernyataan publik pertamanya sejak situasi darurat terjadi, Rajoelina mengaku meninggalkan Madagaskar demi keselamatannya sendiri.

“Saya terpaksa mencari tempat aman untuk melindungi hidup saya,” ujar Rajoelina, sebagaimana dikutip dari NPR.

Pidato tersebut seharusnya disampaikan melalui siaran televisi nasional, namun gagal tayang karena gedung penyiaran negara dikuasai tentara. Pidato itu akhirnya diunggah ke halaman Facebook resmi kepresidenan.

Hingga kini belum diketahui pasti bagaimana Presiden Rajoelina meninggalkan negaranya dan di mana keberadaannya. Laporan media menyebut, ia dievakuasi menggunakan pesawat militer milik Perancis.

Ini menjadi pernyataan publik pertamanya sejak unit militer CAPSAT, salah satu yang terkuat di Madagaskar, membelot dan bergabung dengan demonstran dalam aksi kudeta terhadap pemerintahannya.

Pada hari yang sama dengan kaburnya Rajoelina, ia sempat mengumumkan melalui akun X bahwa dirinya telah membubarkan Majelis Nasional.

Dalam unggahan itu, Rajoelina menegaskan langkahnya telah dikonsultasikan dengan pemimpin Majelis dan Senat, dan dilakukan demi memulihkan ketertiban serta memperkuat demokrasi.

“Pilihan ini diperlukan untuk memulihkan ketertiban di negara kita dan memperkuat demokrasi. Rakyat harus didengarkan kembali. Beri jalan bagi kaum muda,” tulisnya.

Namun langkah itu tidak menghentikan upaya pemakzulan. Oposisi menolak dekrit pembubaran parlemen dan tetap melanjutkan pemungutan suara pemakzulan beberapa jam setelah Rajoelina pergi meninggalkan negara.

Parlemen Madagaskar secara resmi menyetujui pemakzulan presiden, menyatakan bahwa pemerintahan telah gagal merespons tuntutan rakyat.

Demo di madagaskar

Tak lama setelah kekosongan kepemimpinan itu, militer Madagaskar menyatakan telah mengambil alih kekuasaan. Berdasarkan laporan BBC, Mahkamah Konstitusi menunjuk Kolonel Michael Randrianirina, Kepala CAPSAT, sebagai pemimpin transisi.

Namun kantor kepresidenan menyebut langkah militer ini sebagai “percobaan kudeta” yang melanggar konstitusi.

Dalam pernyataannya kepada media, Randrianirina mengatakan bahwa pihak militer akan membentuk pemerintahan transisi dan menyelenggarakan pemilu dalam waktu dua tahun.

Lebih jauh, Randrianirina juga mengumumkan pembekuan beberapa institusi utama negara sebagai bagian dari pengambilalihan kekuasaan.

“Lembaga-lembaga berikut ditangguhkan: Senat, Mahkamah Konstitusi Tinggi, Komisi Pemilihan Umum Nasional Independen, Mahkamah Agung, dan Dewan Tinggi untuk Pertahanan Hak Asasi Manusia dan Aturan Hukum,” tegasnya.

Kendati demikian, Randrianirina menolak bahwa langkah tersebut adalah kudeta. Menurutnya, tindakan militer dilakukan atas dasar tuntutan rakyat.

“Madagaskarlah yang akan memutuskan langkah selanjutnya,” ujar dia.

CAPSAT, atau Personnel Administration and Technical and Administrative Services Corps, merupakan unit militer elit di Madagaskar. Seiring meningkatnya eskalasi unjuk rasa, unit ini secara terbuka menyatakan bergabung dengan demonstran.

Langkah CAPSAT kemudian diikuti oleh sejumlah polisi paramiliter dan kepolisian umum yang juga membelot dari pemerintahan Rajoelina.

Situasi politik Madagaskar saat ini masih belum stabil. Meskipun militer mengklaim akan menyelenggarakan pemilu dalam dua tahun, pembekuan institusi demokrasi telah memunculkan kekhawatiran mengenai masa depan demokrasi di negara tersebut.

Di sisi lain, belum ada tanggapan dari komunitas internasional mengenai keabsahan pemerintahan transisi yang dipimpin oleh militer ini.

Presiden Andry Rajoelina sendiri belum menyampaikan sikap resmi apakah dirinya mengundurkan diri, bermaksud kembali, atau akan mengambil langkah hukum untuk menentang pemakzulan dan kudeta militer.

Dalam unggahan di media sosial, ia mengecam langkah pemakzulan dan menyebut pengambilalihan kekuasaan oleh militer sebagai tindakan inkonstitusional.

Dengan situasi yang terus berkembang, Madagaskar kini berada di persimpangan penting dalam menentukan arah masa depan politiknya.

Desakan rakyat untuk perubahan, pembelotan militer, serta lemahnya respons pemerintah menjadi kombinasi yang menciptakan salah satu krisis politik terbesar dalam sejarah modern negara tersebut. (xpr)