Trump Naikkan Tarif Dagang China Jadi 130 Persen Mulai 1 November 2025, Pasar Global Bergejolak

Trump terapkan tarif 130persen ke chinaTrump terapkan tarif 130persen ke china

INBERITA.COM, Presiden Amerika Serikat Donald Trump kembali mengobarkan ketegangan perdagangan global dengan menetapkan tarif dagang baru terhadap China sebesar 130 persen yang akan mulai berlaku pada 1 November 2025.

Kebijakan ini diumumkan Trump pada Jumat, 10 Oktober 2025, melalui unggahan di platform media sosialnya, Truth Social, dan disampaikan hanya berselang beberapa jam setelah ia menetapkan tarif tambahan sebesar 100 persen terhadap barang-barang asal China.

“Amerika Serikat akan menerapkan tarif 100 persen kepada China, melampaui dan di atas semua tarif yang selama ini mereka bayar,” tulis Trump dalam pernyataannya.

Langkah agresif ini disebut CNN sebagai potensi pemantik perang dagang jilid baru antara dua negara dengan perekonomian terbesar dunia.

Tak hanya soal tarif, Trump juga mengumumkan pengendalian ekspor baru terhadap seluruh perangkat lunak yang dianggap krusial bagi keamanan nasional.

“Juga pada 1 November, kami akan menerapkan pengendalian ekspor terhadap semua piranti lunak yang penting,” ujar Trump menegaskan.

Kebijakan ini menandai lonjakan baru dalam eskalasi ketegangan antara Amerika Serikat dan China.

Padahal, kedua negara sebelumnya disebut tengah menjalani fase “gencatan senjata” dengan membuka jalur negosiasi guna meredakan tekanan tarif yang selama ini saling diberlakukan sejak masa perang dagang pertama dimulai pada 2018 lalu.

Keputusan Trump menetapkan tarif selangit ini disebut sebagai respons atas langkah China yang memperketat ekspor logam tanah jarang (rare earth materials), komoditas penting yang sangat dibutuhkan oleh industri teknologi dan elektronik di Amerika Serikat.

Logam tanah jarang menjadi bahan baku utama dalam pembuatan chip, perangkat komunikasi, sistem pertahanan, dan berbagai komponen industri strategis lainnya.

Dampak dari kebijakan tarif Trump langsung terasa di pasar keuangan global. Bursa saham Amerika Serikat mencatat penurunan tajam usai pengumuman tersebut.

Indeks Dow Jones merosot 878 poin atau sekitar 1,9 persen, S&P 500 anjlok 2,7 persen, sementara Nasdaq yang banyak dihuni saham teknologi mengalami penurunan terbesar dengan koreksi sebesar 3,5 persen.

Reaksi negatif pasar ini menunjukkan kekhawatiran mendalam investor terhadap potensi pembalikan arah pemulihan ekonomi global yang tengah berlangsung, serta risiko terganggunya rantai pasok teknologi dan manufaktur akibat langkah proteksionis Trump.

Kebijakan tarif 130 persen ini bukan tanpa latar belakang. Selama masa negosiasi dengan China, Trump terus menyoroti pentingnya pasokan logam tanah jarang dan menuduh China memanfaatkan dominasinya di pasar global sebagai alat tekanan geopolitik.

Sebagai catatan, China menguasai sekitar 60 persen produksi logam tanah jarang dunia, sementara Amerika Serikat menjadi salah satu konsumen terbesar komoditas tersebut.

Trump selama ini juga telah mendorong berbagai langkah pembatasan terhadap ekspansi teknologi China.

Salah satunya adalah larangan penjualan teknologi penting dari perusahaan AS ke perusahaan-perusahaan China, termasuk chip AI dari Nvidia, yang menjadi komponen utama dalam berbagai produk berbasis kecerdasan buatan (AI).

Di sisi lain, pemerintahan Trump juga telah memberlakukan kebijakan biaya tambahan terhadap barang-barang yang dikirim melalui kapal-kapal milik atau dioperasikan oleh individu maupun entitas asal China, sebagai bagian dari strategi menekan dominasi Beijing di sektor logistik global.

Langkah terbaru ini dinilai oleh sejumlah analis sebagai bagian dari strategi politik Trump menjelang pemilu, di mana isu ketegasan terhadap China selalu menjadi salah satu narasi utama dalam kampanye politiknya.

Namun, kebijakan semacam ini juga berisiko memperburuk hubungan dagang antara Washington dan Beijing serta meningkatkan ketidakpastian global. Pasar kini menanti bagaimana respons pemerintah China terhadap pengumuman ini.

Jika Beijing memutuskan untuk membalas dengan kebijakan serupa, maka ketegangan perang dagang bisa kembali membesar dan menimbulkan dampak luas bagi perekonomian dunia, terutama di tengah upaya pemulihan pascapandemi dan perlambatan ekonomi global yang mulai dirasakan di banyak negara.

Meskipun langkah Trump ini mendapat dukungan dari sebagian pihak yang menganggapnya sebagai langkah perlindungan ekonomi nasional, namun banyak pula pihak yang khawatir kebijakan proteksionis semacam ini justru bisa menjadi bumerang bagi konsumen dan pelaku usaha di AS sendiri, yang sangat bergantung pada produk dan komponen dari China.

Kebijakan tarif 130 persen ini juga menjadi sorotan karena besarannya yang dinilai ekstrem dan melampaui tarif-tarif sebelumnya yang diberlakukan selama perang dagang pertama.

Bahkan, CNN menyebut kebijakan ini sebagai “deja vu” dari langkah Trump beberapa tahun lalu saat mendadak menaikkan tarif hingga 145 persen terhadap sejumlah produk asal China tanpa peringatan.

Dengan situasi yang terus berkembang, pelaku pasar dan pelaku industri global kini menunggu kejelasan lebih lanjut dari kedua negara mengenai arah kebijakan masing-masing.

Namun satu hal yang jelas, kebijakan tarif terbaru Trump ini menandai kembalinya risiko perang dagang besar antara Amerika Serikat dan China, dengan potensi dampak luas terhadap stabilitas ekonomi global dalam waktu dekat. (xpr)