INBERITA.COM, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengawali pekan ini dengan pergerakan negatif. Pada penutupan perdagangan Senin, 13 Oktober 2025, IHSG ditutup melemah 0,37 persen atau turun 30,66 poin ke level 8.227,2.
Tekanan jual saham dari berbagai sektor menjadi salah satu pendorong koreksi indeks, meskipun nilai transaksi di bursa tetap tercatat tinggi.
Total nilai transaksi yang dibukukan mencapai Rp27,43 triliun, dengan volume perdagangan mencapai 42,66 miliar lembar saham dalam 2,85 juta kali transaksi.
Dari total saham yang diperdagangkan, 240 saham mencatatkan kenaikan, 438 saham mengalami penurunan, dan 126 lainnya stagnan.
Menariknya, meski IHSG terkoreksi, investor asing justru mencatatkan aksi beli bersih (net buy) jumbo sebesar Rp2,29 triliun di seluruh pasar.
Angka ini didorong oleh pembelian signifikan senilai Rp2,88 triliun yang terjadi di pasar negosiasi dan tunai.
Namun, di pasar reguler, tren berbalik arah. Asing justru melakukan net sell sebesar Rp586,11 miliar, menunjukkan bahwa tekanan jual saham masih mendominasi segmen perdagangan harian.
Aksi jual saham oleh investor asing ini menyasar beberapa emiten besar. Berdasarkan data dari platform Stockbit, saham-saham perbankan hingga sektor energi menjadi sasaran utama distribusi asing.
PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI) menjadi emiten dengan nilai jual tertinggi, mencapai Rp265,23 miliar.
Saham BBRI yang selama ini menjadi salah satu saham paling diburu investor karena kinerja fundamentalnya, justru masuk ke daftar distribusi asing di awal pekan.
Tak jauh di belakang, PT Chandra Daya Investasi Tbk. (CDIA) juga masuk dalam radar aksi jual saham asing dengan net sell senilai Rp253,12 miliar.
Kemudian, PT Solusi Sinergi Digital Tbk. (WIFI), yang tengah mencuri perhatian pasar karena ekspansi digitalnya, turut mengalami tekanan jual hingga Rp232,23 miliar.
Saham big cap lainnya seperti PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) juga tak luput dari aksi jual investor asing, mencatat net sell sebesar Rp159,82 miliar.
BBCA yang dikenal sebagai saham unggulan di sektor perbankan nasional tampak mulai mengalami tekanan teknikal meski secara jangka panjang tetap menarik bagi investor institusi.
Aksi jual saham juga menyasar PT Barito Pacific Tbk. (BRPT) dengan nilai distribusi mencapai Rp156,78 miliar, diikuti PT Petrindo Jaya Kreasi Tbk. (CUAN) yang mencatatkan penjualan bersih oleh asing sebesar Rp86,83 miliar.
Meskipun emiten ini menyandang kode saham ‘CUAN’ yang identik dengan potensi keuntungan, tampaknya investor asing mengambil posisi profit-taking setelah kenaikan sebelumnya.
Selanjutnya, saham PT Indokripto Koin Semesta Tbk. (COIN) juga terkena aksi jual dengan net sell Rp76,27 miliar, disusul PT Amman Mineral Internasional Tbk. (AMMN) dengan nilai penjualan Rp70,09 miliar.
Kedua emiten ini berada di sektor komoditas dan teknologi, yang belakangan mendapat perhatian karena fluktuasi harga global.
Tidak ketinggalan, dua bank pelat merah lainnya juga masuk daftar. PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI) mencatat net sell asing senilai Rp58,11 miliar, sedangkan PT Bangun Kosambi Sukses Tbk. (CBDK) mengalami penjualan bersih sebesar Rp47,46 miliar.
Secara umum, pola pergerakan hari ini mencerminkan strategi rotasi sektor dan pengalihan aset oleh investor asing, terutama menjelang rilis laporan keuangan kuartal tiga yang dinantikan pasar.
Meskipun terlihat aksi beli besar di pasar non-reguler, arus jual saham di pasar reguler menunjukkan bahwa masih ada kehati-hatian terhadap kondisi makro maupun teknikal pasar.
Bagi pelaku pasar, momen ini dapat menjadi peluang untuk mengamati potensi saham paling diburu saat harga mulai terkoreksi.
Saham-saham yang terkena net sell asing belum tentu mengalami pelemahan berkelanjutan, apalagi jika secara fundamental tetap mencetak kinerja positif.
Dengan IHSG yang masih berada di atas level psikologis 8.200, pelaku pasar diharapkan tetap waspada terhadap pola distribusi lanjutan.
Namun, di sisi lain, aksi jual saham dalam jumlah besar oleh asing di pasar reguler juga membuka ruang bagi investor domestik untuk melakukan akumulasi pada saham-saham yang telah dikoreksi.
Kondisi saat ini bisa dimanfaatkan sebagai momentum untuk mengidentifikasi saham paling diburu ke depannya, terutama ketika tekanan jual mulai mereda dan sentimen makroekonomi membaik.
Konsistensi dalam mengamati aliran dana asing dan data teknikal menjadi kunci dalam menyusun strategi investasi yang lebih matang di tengah dinamika pasar yang cepat berubah. (xpr)