INBERITA.COM, Harga udang vaname (Panaeous vaname) asal Brebes anjlok tajam menyusul penutupan akses ekspor ke Amerika Serikat (AS).
Penolakan itu terjadi setelah adanya dugaan cemaran radioaktif pada produk udang Indonesia, yang membuat pasar ekspor utama tersebut tertutup dan menyebabkan banjir stok di pasar lokal.
Penurunan harga ini dirasakan langsung oleh para petambak udang di berbagai wilayah, termasuk Desa Sawojajar, Kecamatan Wanasari, Kabupaten Brebes.
Salah satu petambak, Zaki Safrudin (52), mengaku terpukul akibat pembatalan ekspor ke AS yang sebelumnya menjadi pangsa pasar utama udang hasil panennya.
“Sebelum ada isu radioaktif, harga bagus karena untuk pasar ekspor ke Amerika. Sekarang gara-gara itu, udang dijual ke pasar lokal sehingga stok pasar banyak dan harga pun turun,” ujar Zaki saat ditemui pada Jumat (19/9/2025).
Ia menjelaskan, harga udang size 30 yang sebelumnya mencapai Rp85 ribu per kilogram kini hanya dijual Rp75 ribu. Untuk udang berukuran lebih kecil, harga jualnya juga mengalami penurunan sekitar Rp4.000 per kilogram.
“Harga untuk size 30 dari Rp85 ribu turun menjadi Rp75 ribu per kilo. Size kecil, 70 sampai 100, dari harga Rp48 ribu turun jadi Rp44 ribu,” jelasnya.
Zaki berharap pemerintah bisa segera mengambil langkah konkret, terutama membuka kembali akses ekspor ke Amerika. Ia menegaskan bahwa tidak semua produk udang terkontaminasi radioaktif, dan penutupan total seperti ini merugikan para petambak.
“Tapi memang Amerika adalah pangsa pasar banyak yang dikirim udang dari Indonesia,” tambahnya.
Dampak penolakan ini tidak hanya menyebabkan kerugian dari sisi harga, tetapi juga memperparah kondisi over supply udang di pasar lokal. Tanpa akses ekspor, para petambak harus bersaing memasarkan hasil panen dalam negeri yang konsumennya lebih terbatas.
Menanggapi kondisi ini, Kabid Perikanan Tangkap Dinas Perikanan Kabupaten Brebes, Sugeng Setiawan, menyarankan agar petambak melakukan strategi panen lebih awal.
Dengan panen lebih cepat, ukuran udang dapat disesuaikan untuk kebutuhan pasar lokal, yang dinilainya lebih fleksibel dalam penyerapan.
“Jadi bisa dilakukan panen lebih awal. Selain hemat waktu, tenaga dan pangan yang dikeluarkan juga lebih sedikit,” kata Sugeng.
Di tengah kegelisahan petambak, pemerintah pusat akhirnya angkat bicara terkait isu kontaminasi radioaktif yang menjadi alasan penolakan ekspor oleh AS.
Kementerian Koordinator Bidang Pangan memastikan bahwa 18 kontainer udang yang sempat dikembalikan dari Amerika tidak terpapar zat radioaktif Cesium-137 (Cs-137) sebagaimana yang dituduhkan.
Staf Ahli Menteri Bidang Transformasi Digital dan Hubungan Antar Lembaga Kemenko Pangan, Bara Krishna Hasibuan, menjelaskan bahwa awalnya 18 kontainer itu masih dalam perjalanan ekspor ke AS. Namun, di tengah proses pengiriman, ekspor dibatalkan dan kontainer dipulangkan kembali ke Indonesia.
“Sejak tanggal 2 September 2025, terdapat 18 kontainer produk udang yang dipulangkan ke Indonesia dalam perjalanan ekspor atau return on board (RoB) ke Amerika Serikat yang dimiliki oleh PT Bahari Makmur Sejati atau PT BMS,” kata Bara dalam konferensi pers di kantor Kemenko Pangan, Jakarta Pusat, Rabu (17/9/2025).
Setibanya di Indonesia, seluruh kontainer tersebut langsung menjalani serangkaian pemeriksaan intensif oleh tim gabungan yang terdiri dari Bea Cukai, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Badan Karantina Indonesia (Barantin), Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten), serta Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
“Pada hari ini pemerintah mengumumkan bahwa 18 kontainer RoB telah selesai dilakukan pengujian mutu dan kadar radioaktif Cs-137. Hasil pemeriksaan oleh BRIN menunjukkan bahwa produk udang tidak terdeteksi radioaktif Cs-137,” tegas Bara.
Meski hasil pemeriksaan menunjukkan produk bebas dari cemaran radioaktif, belum ada kejelasan kapan ekspor ke Amerika bisa kembali dilakukan.
Ketidakpastian ini menjadi kekhawatiran serius bagi para petambak yang selama ini sangat bergantung pada pasar ekspor, terutama Amerika Serikat sebagai salah satu tujuan utama.
Di tengah tekanan harga dan ketidakpastian pasar, para petambak mendesak pemerintah untuk lebih proaktif, tidak hanya dalam membuktikan keamanan produk di hadapan internasional, tetapi juga membuka kembali jalur ekspor dan menjaga stabilitas harga di dalam negeri.
Isu radioaktif yang belum terbukti secara menyeluruh telah memicu efek domino yang menghantam sektor perikanan, terutama komoditas unggulan seperti udang vaname.
Dalam kondisi ini, langkah cepat dan tegas dari pemerintah diperlukan untuk menghindari kerugian lebih besar dan menjaga keberlangsungan usaha petambak lokal. (xpr)