Wakil Kepala BGN Menangis Minta Maaf atas Keracunan Ribuan Anak Sekolah Akibat Makan Bergizi Gratis

Wakil kepala bgn nanik s deyang menangis minta maafWakil kepala bgn nanik s deyang menangis minta maaf

INBERITA.COM, Wakil Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Nanik S Deyang, tak kuasa menahan air mata saat menyampaikan permohonan maaf atas insiden keracunan massal yang terjadi akibat program Makan Bergizi Gratis (MBG) di berbagai daerah di Indonesia.

Dalam konferensi pers yang digelar pada Jumat (26/9/2025), Nanik menyatakan penyesalan mendalam dan mengakui tanggung jawab penuh atas kasus yang telah menimbulkan ribuan korban, mayoritas di antaranya adalah siswa sekolah.

“Dari hati saya yang terdalam saya mohon maaf, atas nama BGN, atas nama seluruh SPPG di Indonesia, saya mohon maaf. Saya seorang ibu, melihat gambar-gambar di video sedih hati saya,” ujar Nanik sambil terisak dalam konferensi pers tersebut.

SPPG yang dimaksud adalah Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi, yang menjadi bagian dari pelaksana program MBG di lapangan.

Nanik menegaskan bahwa kasus keracunan ini bukan hanya persoalan angka statistik, melainkan menyangkut nyawa dan keselamatan anak-anak. Ia menyesalkan bahwa satu saja anak yang sakit sudah merupakan tanggung jawab besar bagi pihaknya.

“Tetapi satu nyawa pun, satu anak pun sakit, itu adalah menjadi tanggung jawab kami. Kesalahan kami sebagai pelaksana untuk harus memperbaikinya secara total. Sekali lagi, pada anak-anak saya tercinta se-Indonesia dan juga orang tua, saya mohon maaf atas nama BGN dan janji tidak akan lagi terjadi,” kata Nanik.

Sebelum mengakhiri pernyataannya dengan air mata, Nanik juga menegaskan bahwa BGN mengakui kesalahan dan bertanggung jawab penuh atas insiden yang ia sebut sebagai “insiden pangan MBG”.

“BGN bertanggung jawab penuh atas kesalahan ini,” tegasnya.

Dalam tiga pekan terakhir, kasus keracunan akibat konsumsi makanan dari program MBG mengalami peningkatan signifikan.

Dua daerah bahkan telah menetapkan status Kejadian Luar Biasa (KLB), yakni Kabupaten Bandung Barat di Provinsi Jawa Barat dan Kabupaten Mamuju di Provinsi Sulawesi Barat.

Data resmi BGN per 22 September 2025 menunjukkan total 4.711 orang menjadi korban keracunan makanan MBG yang tersebar di seluruh Indonesia.

Jumlah tersebut diklasifikasikan berdasarkan wilayah, dengan rincian: Wilayah I Sumatra mencatat 1.281 kasus, Wilayah II Jawa sebanyak 2.606 kasus, dan Wilayah III yang mencakup Kalimantan, Bali, Sulawesi, Nusa Tenggara Timur (NTT), Maluku, dan Papua sebanyak 824 kasus.

Namun angka tersebut berbeda dengan catatan Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI). Hingga 21 September 2025, JPPI mencatat total 6.452 kasus keracunan akibat MBG di Indonesia.

Angka tertinggi berasal dari Provinsi Jawa Barat yang mencatat 2.012 kasus, disusul Daerah Istimewa Yogyakarta sebanyak 1.047 kasus, Jawa Tengah 722 kasus, Bengkulu 539 kasus, dan Sulawesi Tengah sebanyak 446 kasus.

Tren penambahan kasus tampaknya masih berlanjut. Pada Jumat (26/9/2025), kasus baru ditemukan di Kabupaten Sumedang, Jawa Barat.

Sebanyak 103 siswa dari Kecamatan Ujungjaya dilaporkan mengalami gejala keracunan setelah mengonsumsi makanan dari program MBG pada hari yang sama.

Program Makan Bergizi Gratis yang awalnya dicanangkan sebagai upaya peningkatan gizi nasional bagi anak-anak sekolah justru kini menjadi sorotan tajam.

Bukannya menyehatkan, makanan yang dibagikan malah menyebabkan masalah kesehatan serius, bahkan dalam skala masif.

Banyak pihak mempertanyakan standar keamanan pangan serta pengawasan terhadap dapur-dapur pelaksana program di daerah.

Kondisi ini tidak hanya memunculkan kekhawatiran di tengah masyarakat, tetapi juga tekanan besar terhadap BGN sebagai lembaga yang bertanggung jawab atas keberlangsungan dan kualitas program MBG.

BGN hingga saat ini belum merinci secara rinci sumber utama penyebab keracunan, namun berbagai laporan di lapangan menyebutkan bahwa gejala yang dialami korban mulai dari mual, muntah, sakit perut, hingga pingsan.

Nanik S Deyang dalam pernyataannya berjanji akan melakukan evaluasi total terhadap pelaksanaan program MBG. Ia juga menyampaikan komitmen bahwa kejadian serupa tidak akan terulang di masa mendatang.

Meski demikian, tekanan publik terhadap pemerintah dan BGN terus meningkat, seiring dengan bertambahnya jumlah korban dan belum adanya kejelasan mengenai penanganan lanjutan, termasuk sanksi terhadap pihak-pihak yang lalai.

Program MBG yang semestinya menjadi solusi atas permasalahan gizi anak-anak sekolah justru kini tengah menghadapi krisis kepercayaan.

Banyak kalangan menuntut transparansi, perbaikan sistem pengawasan, dan tanggung jawab konkret dari para pemangku kebijakan yang terlibat.

Nanik mengakhiri pernyataannya dengan kembali menegaskan bahwa program ini akan diperbaiki secara menyeluruh dan meminta masyarakat untuk memberikan waktu bagi BGN untuk memperbaiki sistem.

“Kami tidak lari dari tanggung jawab. Ini pelajaran pahit, tapi kami berkomitmen untuk memperbaikinya,” pungkasnya. (xpr)