INBERITA.COM, Sebanyak 7.779 anak di Kabupaten Pamekasan, Jawa Timur, gagal mendapatkan imunisasi tambahan serentak (ITS) yang digelar pada Jumat, 10 Oktober 2025.
Kegagalan ini disebabkan tingginya angka penolakan vaksinasi oleh orang tua, yang berdampak langsung pada rendahnya capaian program imunisasi di wilayah tersebut.
Dinas Kesehatan (Dinkes) Pamekasan mencatat bahwa dari total target 60.754 anak yang seharusnya menerima imunisasi, hanya 52.975 anak yang berhasil divaksin.
Artinya, cakupan imunisasi tambahan di kabupaten ini hanya mencapai 87,2 persen. Angka tersebut jauh di bawah standar minimum 95 persen yang direkomendasikan oleh UNICEF guna mencapai kekebalan komunitas (herd immunity).
Data internal Dinkes menunjukkan tiga puskesmas dengan capaian imunisasi terendah. Puskesmas Larangan Badung mencatatkan persentase terendah, yakni hanya 65 persen, dengan 1.909 anak tervaksin dari target 2.905.
Sementara itu, Puskesmas Pegantenan dan Puskesmas Kadur masing-masing mencatatkan cakupan 71,3 persen dan 72,2 persen.
Plt Kabid Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan Pamekasan, Avira Sulistyowati, mengonfirmasi rendahnya capaian imunisasi tambahan tersebut.
Menurutnya, berbagai upaya telah dilakukan untuk meningkatkan jumlah anak yang menerima vaksin, termasuk memperluas layanan hingga ke tingkat posyandu.
“Kami sudah berusaha maksimal sampai ke tingkat puskesmas dan posyandu,” ujar Avira saat dikonfirmasi.
Dinkes Pamekasan, lanjut Avira, juga telah melakukan sweeping atau penyisiran secara berjenjang sebelum batas akhir pelaksanaan imunisasi tambahan pada Rabu, 8 Oktober 2025.
Tim imunisasi bahkan melakukan pendekatan langsung kepada orang tua yang diketahui menolak imunisasi untuk anak-anak mereka.
“Kami sudah melakukan pendekatan persuasif ke orang tua. Penolakan memang masih mewarnai proses imunisasi tambahan serentak,” jelasnya.
Penolakan terhadap vaksinasi ini, menurut Avira, muncul dari berbagai alasan. Mayoritas orang tua khawatir anak mereka akan mengalami demam atau sakit setelah menerima vaksin campak tambahan.
Selain itu, ada pula sebagian kecil masyarakat yang masih menganggap vaksinasi bertentangan dengan ajaran agama.
“Ada juga beberapa orang tua yang mengatakan vaksin haram. Padahal di Pamekasan sudah disampaikan oleh MUI, vaksin bisa dilakukan,” tegasnya.
Sebagai bentuk antisipasi dan upaya tambahan, Dinas Kesehatan Pamekasan sempat memperpanjang masa imunisasi tambahan, dari yang semula dijadwalkan berakhir pada 27 September menjadi 8 Oktober 2025.
Meski demikian, perpanjangan waktu tersebut belum mampu mendorong capaian imunisasi ke angka ideal.
“Namun kami akan lebih mengefektifkan program imunisasi kejar untuk menutupi capaian ke 95 persen,” tambah Avira.
Imunisasi tambahan ini merupakan bagian dari program nasional untuk mencegah merebaknya penyakit menular seperti campak dan rubella.
Program ini krusial mengingat risiko penyebaran penyakit sangat tinggi jika cakupan imunisasi tidak mencapai ambang batas kekebalan kelompok.
Rendahnya partisipasi masyarakat dalam imunisasi bukan hanya berdampak pada kesehatan anak-anak, tetapi juga membahayakan kesehatan publik secara keseluruhan.
Dengan masih rendahnya tingkat penerimaan imunisasi, Pemkab Pamekasan dan jajaran kesehatan diharapkan dapat meningkatkan edukasi publik terkait pentingnya vaksinasi serta menepis berbagai hoaks yang beredar di masyarakat.
Upaya tersebut menjadi kunci untuk memastikan program imunisasi selanjutnya dapat mencapai target dan melindungi anak-anak dari risiko penyakit berbahaya. (mms)