INBERITA.COM, Performa Timnas Indonesia di bawah asuhan Patrick Kluivert dalam Kualifikasi Piala Dunia 2026 kembali menuai kritik tajam, khususnya terkait sektor pertahanan.
Publik menilai sang pelatih bersikap keras kepala karena terus mengabaikan bukti statistik yang menunjukkan solidnya lini belakang saat trio Justin Hubner, Rizky Ridho, dan Jay Idzes dimainkan bersamaan. Padahal, data sudah bicara jelas.
Dikutip dari data Seasia Goal, Indonesia mencatat tujuh kali clean sheet dan enam kemenangan dari delapan pertandingan terakhir ketika tiga bek tangguh tersebut diturunkan bersama.
Kombinasi kekuatan fisik Hubner, ketenangan Ridho, dan kecerdasan Idzes dalam membaca permainan terbukti menciptakan benteng pertahanan yang nyaris tidak tertembus. Ketika mereka menjadi tulang punggung lini belakang, permainan Indonesia terlihat jauh lebih stabil dan percaya diri.
Namun, Kluivert dinilai terlalu memaksakan formasi empat bek dan meninggalkan formula pertahanan yang sudah terbukti ampuh.
Di tangan Shin Tae-yong sebelumnya, skema tiga bek tersebut sukses membawa Indonesia mencetak hasil impresif, termasuk kemenangan penting atas negara-negara kuat Asia.
Rangkaian kemenangan yang melibatkan trio bek tersebut bukan sekadar statistik kosong. Timnas Indonesia sukses menaklukkan Vietnam dua kali—1–0 di kandang dan 3–0 di Hanoi—sebelum menutup fase berikutnya dengan kemenangan 2–0 atas Filipina.
Bahkan ketika menghadapi tim sekelas Australia, Indonesia mampu menahan imbang 0–0, menunjukkan struktur bertahan yang solid dan terorganisir.
Meski kalah 0–4 dari Jepang, permainan bertahan Indonesia masih menunjukkan koordinasi yang baik. Setelahnya, tim kembali bangkit dengan hasil luar biasa: menang 2–0 atas Arab Saudi, 1–0 atas Bahrain, dan 1–0 atas China.
Semua pertandingan tersebut memperlihatkan satu benang merah: keberadaan Hubner, Ridho, dan Idzes sebagai jantung pertahanan membawa stabilitas yang nyata di atas lapangan.
Hasil lengkapnya sebagai berikut:
- Indonesia 1–0 Vietnam (Menang)
- Vietnam 0–3 Indonesia (Menang)
- Indonesia 2–0 Filipina (Menang)
- Indonesia 0–0 Australia (Imbang)
- Indonesia 0–4 Jepang (Kalah)
- Indonesia 2–0 Arab Saudi (Menang)
- Indonesia 1–0 Bahrain (Menang)
- Indonesia 1–0 China (Menang)
Kekesalan publik semakin mencuat setelah Kluivert justru memaksakan formasi 4-3-3 dalam laga penting terakhir. Penampilan tim dinilai kacau dan tak memiliki arah permainan yang jelas.
Seasia Goal bahkan menyindir keras lewat unggahannya, “Patrick Kluivert, stop denial! Stats don’t lie!” Kritik tersebut mengarah langsung pada pilihan taktik pelatih yang dinilai mengabaikan efektivitas tim.
Dalam ulasan mereka, Seasia Goal menilai bahwa formasi empat bek tidak hanya membuat pertahanan longgar, tapi juga menyerang tanpa tajam.
“Kalau bukan karena penyelamatan Maarten Paes, Indonesia bisa kalah dengan selisih lima gol,” tulis mereka.
Bahkan dua penalti yang diperoleh Indonesia disebut sebagai “voucher” yang menyelamatkan dari kekalahan lebih memalukan.
Kekecewaan penggemar pun membanjiri media sosial. Kolom komentar di akun-akun sepak bola dipenuhi kritik dengan satu suara: pertahanan Indonesia sudah terbukti solid dengan Hubner, Ridho, dan Idzes, tapi justru ditinggalkan.
“Hampir semua akun bola sepemikiran, yang beda cuma Patrick,” tulis salah satu netizen.
Pengguna lain menyindir tajam, “Sudah terbukti tangguh kalau tiga bek ini dimainkan. Kukira pasti dimainkan karena mereka dibawa, ternyata oh ternyata.”
Tak sedikit yang menganggap eksperimen Kluivert dengan formasi baru di laga penting justru menghancurkan momentum positif yang sudah dibangun Shin Tae-yong.
“Kok bisa sih coba-coba hal sepenting ini, PK merusak semua cita-cita timnas Indo lolos Piala Dunia,” ungkap salah satu fans dengan nada kecewa.
Sementara itu, sebagian publik mulai membandingkan gaya pendekatan Kluivert dan Shin Tae-yong secara terbuka.
Jika STY dikenal pragmatis dan berbasis data dalam menentukan strategi, Kluivert dianggap terlalu idealis dengan sistem yang belum teruji di konteks sepak bola Asia Tenggara.
Eksperimen tak kunjung berbuah hasil, justru membuat Indonesia tampil tidak konsisten dan kehilangan karakter permainan.
Bagi banyak penggemar, trio Hubner–Ridho–Idzes kini dianggap sebagai pondasi pertahanan terbaik Timnas Indonesia.
Dengan tujuh clean sheet dari delapan pertandingan, publik merasa bahwa kombinasi tersebut bukan sesuatu yang perlu diuji lagi, tapi langsung dipakai dan dimaksimalkan.
Apalagi sebagian besar lawan dalam pertandingan itu adalah tim kuat dari kawasan Asia tingkat menengah hingga atas.
Kini sorotan tertuju pada bagaimana Patrick Kluivert akan merespons kritik tajam tersebut menjelang laga penting kontra Irak.
Dalam unggahan terakhirnya, Seasia Goal menyentil dengan kalimat, “Let’s see what Patrick does next against Iraq, any changes or same old story?”
Sebuah ungkapan yang mencerminkan harapan sekaligus keraguan terhadap kemampuan pelatih asal Belanda itu dalam membaca situasi.
Stabilitas pertahanan menjadi isu krusial dalam perjuangan Indonesia di level tertinggi Asia.
Jika Kluivert tetap bersikeras dengan formasi yang belum membuahkan hasil, bukan tidak mungkin tekanan publik akan semakin besar, bahkan bisa berujung pada desakan untuk perubahan kepemimpinan tim nasional.
Kini, Patrick Kluivert berada di persimpangan antara ego dan data. Publik Indonesia hanya ingin melihat timnas tampil maksimal, memberikan hasil nyata, dan kembali membanggakan Merah Putih.
Formasi dan pemain terbaik sudah tersedia, tinggal bagaimana sang pelatih berani mengambil keputusan yang selaras dengan kebutuhan tim di lapangan. (xpr)